HUKUM PERJANJIAN
Dosen pengampu
: Drs. Rusnita Hainun, M.Pd
Oleh : Kelompok
III / IVB
1.
Sella Claudia (1421180049)
2.
Indra Pangasih (1421180052)
3.
Dwi Yuliana (13218800
4.
Muklis Abdurrahman (14211800
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
T.A. 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada kita
semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan karunia-nya pula, kami dapat
menyelesaikan makalah ‘Hukum Perjanjian’
yang insyaallah tepat pada waktunya.
Terimakasih kami ucapkan kepada
dosen pembimbing mata pelajaran kuliah ‘Hukum Perdata’, yang telah memberikan
arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin, kami
tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format yang telah di
tentukan.
Kami menyadari makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran
pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kami dan pembaca.
Bengkulu, 13
April 2016
Kelompok III
DAFTAR ISI
Judul.................................................................................................................................... i
Kata pengantar.................................................................................................................... ii
Daftar isi.............................................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang................................................................................................................ 1
B. Rumusan
masalah........................................................................................................... 1
C. Tujuan
penulisan............................................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
hukum perjanjian.......................................................................................... 3
B. Hubungan
antara perikatan dan perjanjian..................................................................... 3
C. Macam-macam
perikatan dan perjanjian........................................................................ 5
D. Syarat
untuk sah nya suatu perjanjian............................................................................ 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan..................................................................................................................... 10
B.
Saran............................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Buku II KUH Pdt atau BW
terdari dari suatu bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum bab I sampai
dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada
umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam
perikatan dan sebagainya. Buku III KUH Pdt menganut azas “kebebasan berkontrak”
dalam membuat perjanjian, asal tidak melanggar ketentuan apa saja, asal tidak
melanggar ketentuan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Azas ini
dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUH Pdt yang menyatakan bahwa segala
perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka
yang membuatnya. Yang dimaksud dengan pasal ini adalah bahwa semua perjanjian
“mengikat” kedua belah pihak.
Terjadinya prestasi,
wanprestasi, keadaan memaksa, fiudusia, dan hak tangunggan dikarenakan hukum
perikatan menurut Buku III B.W ialah:
suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang
memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya,
sedangkan orang lainnya ini diwajibkan
untuk memenuhi tuntutan itu. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam Buku
III itu selalu berupa suatu tuntut-menuntut maka Buku III juga dinamakan hukum
perhutangan. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau
“kreditur” sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak
berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan
“prestasi” yang menurut undang-undang dapat berupa : 1. Menyerahkan suatu
barang. 2. Melakukan suatu perbuatan. 3. Tidak melakukan suatu perbuatan.
B. Rumusan
masalah
1.
Apa pengertian hukum perjanjian?
2.
Bagaimana hubungan antara perikatan
dan perjanjian?
3.
Apa saja macam-macam perikatan dan
perjanjian?
4.
Apa syarat untuk sah nya suatu
perjanjian?
C. Tujuan
penulisan
1.
Agar dapat mengetahui pengertian
hukum perjanjian
2.
Agar dapat mengetahui hubungan
antara perikatan dan perjanjian
3.
Agar dapat mengetahui macam-macam
perikatan dan perjanjian
4.
Agar dapat mengetahui syarat untuk
sah nya suatu perjanjian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian hukum perjanjian
Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Perjanjian
menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Hukum perjanjian adalah
hukum atau aturan yang mengatur hubungan dalam perjanjian.
B. Hubungan antara perikatan dan perjanjian
Suatu perikatan adalah
suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak
yang satu berhak menuntut sesuatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Pihak yang berhak
menuntut sesuatu dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang
berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau siberhutang.
Perhubungan antara dua
orang atau dua pihak dalam suatu perikatan atau perjanjian adalah suatu
perhubungan hukum, yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin dijamin
oleh hukum atau undang – undang. Apabila tuntutan itu tidak dipenuhi secara
sukarela, si berpiutang dapat menuntutnya di depan Hakim.
Suatu perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua
orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Dari peristiwa ini,
timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.
Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji – jani atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Hubungan antara
perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.
Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber – sumber yang lain. Suatu
perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan
persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit karena
ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
Perjanjian merupakan
sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Memang, perikatan itu paling
banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi ada juga sumber – sumber lain
yang melahirkan perikatan. Sumber – sumber lain ini tercakup dengan nama undang
– undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan
yang lahir dari “undang – undang”.
Sumber – sumber yang
tercakup dalam satu nama, yaitu undang – undang diperinci lagi. Dibedakan
antara undang – undang saja, dengan undang – undang yang berhubungan dengan
perbuatan orang, sedangkan yang terakhir ini diperinci pula, yaitu dibedakan
antara perbuatan yang halal dan perbuatan melanggar hukum.
Undang – undang
meletakkan kewajiban kepada orang tua dan anak untuk saling memberikan nafkah.
Ini adalah suatu perikatan yang lahir dari undang – undang semata – mata atau
dari undang – undang saja. Antara pemilik – pemilik pekarangan yang
bertentangan, berlaku beberapa hak dan kewajiban yang berdasarkan atas
ketentuan – ketentuan undang – undang (pasal 625 Kitab Undang – Undang Hukum
Perdata).
Jika seorang, dengan sukarela, dengan tidak
mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain, maka ia berkewajiban
untuk untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang
diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Pihak yang
kepentingannya diwakili diwajibkan memenuhi perjanjian – perjanjian yang dibuat oleh si wakil itu atas namanya,
dan menggantikan semua pengeluaran yang sudah dilakukan oleh si wakil tadi.
Antara dua orang itu ada suatu perikatan yang lahir dari undang – undang karena
perbuatan seseorang. Dalam hal ini, perbuatan orang tadi adalah suatu perbuatan
yang halal. Antara dua orang tersebut oleh undang – undang ditetapkan beberapa
hak dan kewajiban yang harus mereka indahkan seperti hak dan kewajiban yang
timbul dari perjanjian (pasal 1354 dan seterusnya Kitab Undang – Undang Hukum
Perdata).
Tiap – tiap pembayaran
memperkirakan adanya suatu utang. Apa yang dibayarkan dengan tidak diwajibkan,
dapat dituntut kembali. Antara orang yang membayar tanpa diwajibkan dan orang
yang menerima pembayaran, oleh undang – undang ditetapkan suatu perikatan.
Orang yang membayar berhak menuntut kembali, sedangkan orang yang menerima
pembayaran berkewajiban mengembalikan pembayaran itu (pasal 1359 Kitab Undang –
Undang Hukum Perdata).
Tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Disinipun ada suatu kejadian, dimana oleh undang – undang ditetapkan suatu
perikatan antara dua orang, yaitu antara orang yang melakukan perbuatan
melanggar hukum dan orang yang menderita kerugian karena perbuatan tersebut.
Perikatan ini lahir dari “undang – undang karena perbuatan seseorang”, dalam
hal ini suatu perbuatan yang melanggar hukum.
Perjanjian merupakan
sumber perikatan yang terpenting. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak,
sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa.
Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau
dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari
undang – undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang
mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku
suatu perikatan hukum. Sungguh – sungguh mereka itu terikat satu sama lain
karena janji yang telah mereka berikan. Tali perikatan ini barulah putus kalau
janji itu sudah dipenuhi.
C. Macam-macam perikatan dan peerjanjian
a.
Macam-macam perikatan
Macam-macam
perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam, yakni :
1.
Menurut isi dari pada prestasinya :
a.
Perikatan positif dan perikatan negative
Perikatan positif
adalah periktan yang prestasinya berupa perbuatan positif yaitu memberi sesuatu
dan berbuat sesuatu. Sedangkan perikatan negatif adalah perikatan yang
prestasinya berupa sesuatu perbuatan yang negatif yaitu tidak berbuat sesuatu.
b.
Perikatan sepintas lalu dan
berkelanjutan
Perikatan
sepintas lalu adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya sukup hanya dilakukan
dengan satu perbuatan saja dalam dalam waktu yang singkat tujuan perikatan
telah tercapai.
c.
Perikatan alternative
Perikatan
alternatif adalah perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari
dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam perjanjian.
d.
Perikatan fakultatif
Perikatan
fakultatif adalah periktan yang hanya mempunyai satu objek prestasi.
e.
Perikatan generik dan spesifik
Perikatan generik
adalah perikatan dimana obyeknya hanya ditentukan jenis dan jumklah barang yang
harus diserahkan. Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan dimana obyeknya
ditentukan secara terinci sehingga tampak ciri-ciri khususnya.
f.
Perikatan yang dapat dibagi dan yang
tak dapat dibagi
Perikatan yang
dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi, pembagian mana
tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Sedangkan perikatan yang tak dapat
dibagi adalah perikatan yang prestasinya tak dapat dibagi.
2.
Menurut subyeknya
a.
Perikatan tanggung-menanggung
(tanggung renteng)
Perikatan tanggung-menanggung
adalah perikatan dimana debitur dan/atau kreditur terdiri dari beberapa orang.
b.
Perikatan pokok dan tambahan
Perikatan pokok
dan tambahan adalah perikatan anatar debitur dan kreditur yang berdiri sendiri
tanpa bergantung kepada adanya perikatan yang lain. Sedangkan perikatan
tambahan adalah perikatan antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai
perikatan pokok.
3.
Menurut mulai berlakunya dan
berakhirnya
a.
Perikatan bersyarat
Perikatan
bersyarat adalah perikatan yang lahirnya mauypun berakhirnya (batalnya)
digantungkan pada suatu pristiwa yang belum dan tidak tentu terjadi.
b.
Perikatan dengan ketetapan waktu
Perikatan dengan
ketetapan waktu adalah perikatan yang pelaksanaanya ditangguhkan sampai pada
suatu waktu ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat
dipastikan waktu yang dimaksud akan tiba.
b. macam-macam
perjanjian
1. Perjanjian
Jual Beli
Dalam surat ini
disebutkan bahwa pihak penjual diwajibkan menyerahkan suatu barang kepada pihak
pembeli. Sebaliknya, pihak pembeli diwajibkan menyerahkan sejumlah uang
(sebesar harga barang tersebut) kepada pihak penjual sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak. Setelah penandatanganan surat tersebut, kedua belah pihak
terikat untuk menyelesaikan kewajiban masing masing. Setiap pelanggaran atau
kelainan dalam memenuhi kewajiban akan mendatangkan konsekuensi hokum karena
pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan atau klaim.
2. Perjanjian
Sewa Beli ( angsuran)
Surat ini boleh
dinyatakan sama dengan surat jual beli. Bedanya harga barang yang di bayarkan
oleh pihak pembeli dilakukan dengan cara mengangsur. Barangnya diserahkan
kepada pihak pembeli setelah surat perjanjian sewa beli ditandatangani. Namun
hak kepemilikan atas barang tersebut masih berada di tangan pihak penjual. Jadi
sebelum pembayaran atas barang tersebut masih di angsur, pihak pembeli masih
berstatus sebagai penyewa. Dan selama itu pihak pembeli tidak berhak menjual
barang yang disebutkan dalam perjanjian sewa beli tersebut. Selanjutnya hak
milik segera jatuh ke tangan pembeli saat pembayaran angsuran/cicilan terakhir
dilunasi.
3.
Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian ini
merupakan suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan dan pihak yang
menyewa., dimana pihak yang menyewa (pihak 1) berjanji menyerahkan suatu barang
(tanah, bangunan, dll) kepada pihak penyewa (pihak II) selama jangka waktu yang
di tentukan kedua belah pihak. Sementara itu pihak penyewa di wajibkan membayar
sejumlah uang tertentu atas pemakaian barang tersebut.
4. Perjanjian
Borongan
Perjanjian ini
dibuat antara pihak pemilik proyek dan pihak pemborong, dimana pihak pemborong
setuju untuk melaksanakan pekerjaan borongan sesuai dengan syarat
syarat/spesifikasi serta waktu yang di tetapkan/disepakati oleh kedua belah
pihak. Untuk itu pihak pemilik proyek wajib memebayar sejumlah uang tertentu
(harga pekerjaan borongan) yang telah di sepakati kedua belah pihak kepada
pihak pemborong.
5. Perjanjian
Meminjam Uang
Surat
perjanjian ini merupakan persetujuan antara pihak piutang dengan pihak
berhutang untuk menyerahkan sejumlah uang. Pihak yang berpiutang meminjamkan
sejumlah uang kepada pihak yang meminjam, dan pihak peminjam wajib membayar
kembali hutang tersebut ditambah dengan buang yang biasanya dinyatakan dalam
persen dari pokok pinjaman, dalam jangka waktu yang telah disepakati.
6. Perjanjian
Kerja
Pada dasarnya
surat perjanjian kerja dan perjanjian jual beli adalah sama. Yang membedakan
adalah obyek perjanjiannya. Bila dalam surat perjanjian jual beli objeknya
adalah barang atau benda, maka objek dalam surta perjanjian kerja adalah jasa
kerja dan pelayanan Para pihak dalam surat perjanjian kerja adalah majikan
(pemilik usaha) dan pekerja (penyedia jasa).
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam membuat surat perjanjian kerja adalah :
ü
Lama masa kerja
ü
Jenis pekerjaan
ü
Besarnya upah atau gaji beserta
tunjangan. Pihak majikan biasanya telah mempunyai suatu pegangan atau standar
gaji untuk menentukan gaji yang layak untuk suatu tingkat keahlian kerja.
ü
Jam kerja per hari, jaminan sosial,
hak cuti, dan kemungkinan untuk memperpanjang perjanjian tersebut.
D. Syarat untuk sah nya suatu perjanjian
Menurut Pasal 1320
Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat
syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri, Sepakat maksudnya adalah bahwa
para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia
sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus
diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada
gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, Kecakapan untuk
membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian
atau mngadakan hubungan hukum.
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya
adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu, Suatu hal tertentu merupakan pokok
perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika
terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian
harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang
mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang
tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata
susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab
yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Syarat Lahirnya
Perjanjian :
Berdasarkan Pasal 1320
jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud
adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat
dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.
Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau
persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan
memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang
menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus
Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang
disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak
yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima
penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak
yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut
sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang
bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum perjanjian adalah
hukum atau aturan yang mengatur hubungan dalam perjanjian.
Hubungan antara
perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan.
Perjanjian adalah sumber perikatan.
Macam-macam perikatan :
Menurut isi dari pada prestasinya, Menurut subyeknya, dan Menurut mulai
berlakunya dan berakhirnya.
Sedangkan macam-macam
perjanjian : perjanjian jual beli, perjanjian sewa beli, perjanjian sewa
menyewa, perjanjian borongan, perjanjian meminjam uang, dan perjanjian kerja.
Syarat sah untuk perjanjian : sepakat untuk
mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, dan suatu hal
tertentu.
B. Saran
Dalam membuat suatu
perjanjian hendaklah melihat syarat-syarat dalam perjanjian yang akan dibuat
tersebut. Hingga proses membuat perjanjian berjalan dengan baik. Karena kita
telah memahami isi atau aturan dari perjanjian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.taniaanjani.blogspot.com/hukum perjanjian
http://legalbanking.wordpress.com/dasar-dasar hukum
perjanjian