HUKUM ACARA PERDATA
UPAYA-UPAYA HUKUM
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV/VB
1.
SELLA CLAUDIA
2.
ROBY SAPUTRA
3.
JOKO SURYANTO
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA
DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada kita
semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan karunia-nya pula, kami dapat
menyelesaikan makalah ‘Upaya-upaya Hukum’
yang insyaallah tepat pada waktunya.
Terimakasih kami ucapkan kepada
dosen pembimbing mata pelajaran kuliah ‘Hukum Acara Perdata’, yang telah
memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau
mungkin, kami tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format
yang telah di tentukan.
Kami menyadari makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran
pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kami dan pembaca.
Bengkulu, 12
Oktober 2016
Kelompok IV
DAFTAR ISI
Halaman judul........................................................................................................................ i
Kata pengantar....................................................................................................................... ii
Daftar isi.............................................................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang......................................................................................................... 1
B.
Rumusan masalah.................................................................................................... 1
C.
Tujuan penulisan...................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian upaya hukum......................................................................................... 2
B.
Jenis upaya hukum................................................................................................... 2
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................................................. 9
B.
Saran........................................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam undang-undang diupayakan
seadil-adil mungkin dalam pembuatannya dan juga penerapan undang-undang
tersebut. Dan juga tidak di kesampingkan hak dari pada terpidana. Ini jelas
terlihat dari kesempatan yang diberikan undang-undang dalam berbagai tingkatan.
Misalnya saja seseorang yang tidak puas dengan keputusan pengadilan maka dia
mempunyai hak untuk mengajukan kembali ketidaksetujuannya itu kepada pengadilan
tinggi.
Namun semua itu ada syarat yang
telah ditetapkan dalam UU, misalnya saja ada bukti yang terbaru atau novum yang
dapat meringankan atau bahkan membebaskan si terdakwa dari putusan pengadilan
pertama atau pengadilan negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan waktu
yang jika melewati batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri atau
pengadilan tingkat pertama telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwa oleh
pengadilan.
Jika sebuah keputusan pada tingkat
banding juga tidak memuaskan salah satu pihak, maka pihak yang merasa tidak
puas dengan keputusan tersebut dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) pada
tingkatan Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk kasasi.
Maka dalam makalah ini kami mencoba
membahas tentang procedure atau tatacara dalam pengajuan banding dan kasasi
atau lebih tepastnya tentang Upaya-upaya Hukum dalam undang-undang pengadilan
di Indonesia, pengertian dari upaya hukum dan bentuk-bentuk upaya hukum yang
telah digariskan oleh undang-undang (KUHAP) Dan juga, kami mencoba membahas dan
menjelaskan tentang hak dari para pihak yang tidak puas terhadap putusan
pengadilan negeri ataupun pengadilan tinggi.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian upaya hukum?
2.
Apa saja jenis upaya hukum?
C.
Tujuan penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian upaya
hukum
2.
Untuk mengetahui jenis upaya hukum
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian upaya hukum
Upaya hukum ialah suatu upaya yang
diberikan oleh undang-undang bagi seseorang maupun badan hukum dalam hal
tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai suatu tempat bagi pihak-pihak yang
tidak puas atas adanya putusan hakim yang dianggap tidak memenuhi rasa
keadilan, tidaklah sesuai dengan apa yang diinginkan, karena hakim itu juga
seorang manusia yang bisa secara tidak sengaja
melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan salah mengambil keputusan
atau memihak kepada salah satu pihak.
Upaya hukum merupakan hak terdakwa
yang dapat dipergunakan apabila siterdakwa merasa tidak puas atas putusan yang
diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum ini merupakan hak, jadi hak
tersebut bisa saja dipergunakan dan bisa juga siterdakwa tidak menggunakan hak
tersebut. Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya hukum tersebut
dipergunakan oleh siterdakwa, maka pengadilan wajib menerimanya. Hal ini dapat
dilihat dalam KUHAP pada rumusan pasal 67 yang menyatakan: “terdakwa atau
penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang
menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan acara
cepat”.
B.
Jenis upaya hukum
1.
Upaya hukum biasa
a.
Banding
Banding merupakan salah satu upaya hukum
biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara
terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Para pihak mengajukan banding bila
merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi
melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.
Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka
pelaksanaan isi putusan Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena
putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat
dieksekusi, kecuali terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.
Dasar hukum banding diatur dalam pasal 188
s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg
(untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951
(Undang-undang Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak
berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan
Ulangan di Jawa dan Madura.
Keputusan pengadilan
yang dapat dimintakan banding hanya keputusan pengadilan yang berbentuk Putusan
bukan penetapan, karena terhadap penetapan upaya hukum biasa yang dapat
diajukan hanya kasasi.
Tenggang waktu pernyataan mengajukan
banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14
hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini
diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo pasal 46 UU No.
14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU No.
14 tahun 1985.
Apabila jangka
waktu pernyatan permohonan banding telah lewat maka terhadap permohonan banding
yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap putusan
Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dan dapat dieksekusi.
Pendapat diatas
dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391 k/Sip/1969, tanggal 25 Oktober 1969, yaitu
bahwa Permohonan banding yang diajukan melalmpaui tenggang waktu menurut
undang-undang tidak dapat diterima dan surat-surat yang diajukan untuk
pembuktian dalam pemeriksaan banding tidak dapat dipertimbangkan. Akan tetapi
bila dalam hal perkara perdata permohonan banding diajukan oleh lebih dari
SEOrang sedang permohonan banding hanya dapat dinyatakan diterima untuk SEOrang
pembanding, perkara tetap perlu diperiksa seluruhnya, termasuk
kepentingan-kepentingan mereka yang permohonan bandingnya tidak dapat diterima
(Putusan MARI No. 46 k/Sip/1969, tanggal 5 Juni 1971).
Prosedur permohonan mengajukan banding :
v
Dinyatakan dihadapan Panitera
Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan, dengan terlebih dahuku
membayar lunas biaya permohonan banding.
v
Permohonan banding dapat diajukan
tertulis atau lisan (pasal 7 UU No. 20/1947) oleh yang berkepentingan maupun kuasanya.
v
Panitera Pengadilan Negeri akan
membuat akte banding yang memuat hari dan tanggal diterimanya permohonan
banding dan ditandatangani oleh panitera dan pembanding. Permohonan banding
tersebut dicatat dalam Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding
Perkara Perdata.
v
Permohonan banding tersebut oleh
panitera diberitahukan kepada pihak lawan paling lambat 14 hari setelah
permohonan banding diterima.
v
Para pihak diberi kesempatan untuk
melihat surat serta berkas perkara di Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.
v
Walau tidak harus tetapi pemohon
banding berhak mengajukan memori banding sedangkan pihak Terbanding berhak
mengajukan kontra memori banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada jangka
waktu pengajuannya sepanjang perkara tersebut belum diputus oleh Pengadilan
Tinggi. (Putusan MARI No. 39 k/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).
v
Pencabutan permohonan banding tidak
diatur dalam undang-undang sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi
pencabutan permohonan banding masih diperbolehkan.
b.
Kasasi
Kasasi merupakan
salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua
belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi. Para
pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan
Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.
Kasasi berasal
dari perkataan “casser” yang berarti memecahkan atau membatalkan, sehingga bila
suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti
putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung
kesalahan dalam penerapan hukumnya.
Pemeriksaan kasasi
hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, jadi tidak dilakukan
pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga pemeriksaaan tingkat
kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan tinggak ketiga.
Alasan mengajukan kasasi
menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :
ü
Tidak berwenang atau melampaui batas
wewenang.
Tidak bewenangan
yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan,
sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan
melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
ü
Salah menerapkan atau melanggar
hukum yang berlaku.
Yang dimaksud
disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum
materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh
Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau
dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan
oleh judex facti.
ü
Lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh pertauran
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
Permohonan
kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan atau
penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon (pasal 46
ayat(1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi tidak
dapat diterima.
Prosedur
permohonan kasasi :
·
Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak
yang berhak baik secara tertulis atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri
yang memutus perkara tersebut dengan melunasi biaya kasasi.
·
Pengadilan Negeri akan mencatat
permohonan kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga membuat akta permohonan
kasasi yang dilampurkan pada berkas (pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985).
·
Paling lambat 7 hari setelah
permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan Negeri memberitahukan secara
tertulis kepada pihak lawan (pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985).
·
Dalam tenggang waktu 14 hari setelah
permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon kasasi wajib membuat memori
kasasi yang berisi alasan-alasan permohonan kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No.
14/1985).
·
Panitera Pengadilan Negeri
menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan paling lambat 30 hari (pasal 47
ayat (2) UU No. 14/1985).
·
Pihak lawan berhak mengajukan kontra
memori kasais dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan
memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU No. 14/1985)
·
Setelah menerima memori dan kontra
memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Negeri harus
mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1) UU No.
14/1985)
c.
Verzet
Verzet merupakan
salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua
belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.
Prosedur pengajuan
verzet , pasal 129 ayat (1) HIR :
ü
Dalam waktu 14 hari setelah putusan
verstek itu diberitahukan kepada tergugat sendiri, jika putusan tidak
diberitahukan kepada tergugat sendiri maka :
ü
Perlawanan boleh diterima sehingga
pada hari kedelapan setelah teguran (aanmaning) yang tersebut dalam pasal 196
HIR atau;
ü
Dalam delapan (8) hari setelah
permulaan eksekusi (pasal 197 HIR).
Dalam
prosedur verzet kedudukan para pihak tidak berubah yang mengajukan perlawanan
tetap menjadi tergugat sedangyang dilawan tetap menjadi Penggugat yang harus
memulai dengan pembuktian.
Verzet
dapat diajukan oleh seorang Tergugat yang dijatuhi putusan verstek, akan tetapi
upaya verzet hanya bisa diajukan satu kali bila terhadap upaya verzet ini
tergugat tetap dijatuhi putusan verstek maka tergugat harus menempuh upaya
hukum banding.
2.
Upaya hukum luar biasa
Upaya hukum luar biasa
adalah suatu upaya hukum dilakukan atas putusan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap dan juga dalam asasnya upaya hukum ini tidaklah menangguhkan
eksekusi.
Yang di dalamnya
mencakup antara lain:
a.
Denderverzet (Perlawanan pihak
ketiga)
Perlawanan pihak
ketiga ini terjadi bilamana dalam putusan pengadilan yang telah merugikan
kepentingan dari pada pihak ketiga, oleh karenanya pihak ketiga itu bisa
mengajukan perlawanan atas suatu putusan tersebut. Bedasarkan di dalam Pasal
378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR.
Dapat Dikatakan
sebagai upaya hukum luar biasa oleh pada dasarnya suatu putusan tersebut hanya
mengikat para pihak yang berperkara saja (antara pihak penggugat dan pihak
tergugat tersebut) dan tidak mengikat kepada pihak ketiga (akan tetapi di dalam
hal ini hasil putusan tersebut juga akan mengikat orang lain atau pihak ketiga,
oleh karenanya dapat dikatakan luar biasa).
Denderverzet
tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri yang telah memutus suatu perkara pada
tingkat pertama pengadilan.
b.
Peninjauan Kembali (request civil)
Yang dimaksud
dengan penjauan kembali ini adalah apabila terdapat hal-hal ataupun keadaan
yang ditentukan oleh undang-undang, terhadap suatu putusan pengadilan yang
memiliki kekuatan hukum tetap dan dapat dimintakan peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung di dalam perkara perdata dan pidana oleh para pihak-pihak yang
memiliki kepentingan. [pasal 66-77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004].
Adapun alasan
dalam peninjauan kembali menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004,
ialah:
a.
adanya novum atau disebut bukti baru
yang diketahui setelah perkaranya diputus yang telah didasarkan kepada
bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang telah dinyatakan palsu;
b.
apabila setelah suatu perkara
diputus, ditemukannya surat-surat bukti yang memiliki sifat yang menentukan
pada waktu perkara diperiksa tidak bisa ditemukann;
c.
apabila setelah dikabulkannya hal
yang tidak dituntut atau lebih daripada yang telah dituntut tersebut;
d.
bilamana mengenai sesuatu bagian
dari suatu tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan terlebih dahulu
sebab-sebabnya;
e.
bilamana dalam satu putusan terdapat
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan hakim yang nyata.
Batas tenggang waktu di dalam
pengajuan (seratus delapan puluh)180 hari setelah putusan memiliki kekuatan
hukum tetap (bedasarkan dalam Pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung telah memutus suatu permohonan dalam
peninjauan kembali dalam tingkat pertama dan juga terakhir (Bedasarkan dalam
Pasal 70 UU no 14/1985).
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Upaya hukum merupakan suatu tindakan yang
diberikan atau hak yang diberikan oleh undang-undang kepada para pihak yang
tidak puas dengan keputusan pengadilan diberbagai tingkatan pengadilan.
Ada dua upaya
hukum yaitu:
Upaya hukum biasa;
yantermasuk kedalam upaya hukum biasa adalah:
a.
Upaya hukum banding
b.
Upaya hukum kasasi
c.
Upaya verzet
Upaya
hukum luar biasa; yang termasuk kedalam upaya luar biasa adalah:
a.
Perlawanan pihak ketiga
b.
Peninjauan kembali
Semua upaya hukum ini mempunyai aturan dan
tatacara dalam pengajuannya. Dan juga merupakan hak dari setiap warga negara
Indonesia yang tidak puas dengan keputusan pengadilan.
B. Saran
Dalam hal ini penulis berharap semoga makalah
ini bisa dijadikan bahan ataupun sumber rujukan, yang sekaligus menambah
pengetahuan di bidang Hukum Acara Perdata dan memahami secara mendeteil atau
mendalam bagaimana sebenarnya prosedur dalam upaya hukum. Dalam melakukan
berbagai upaya hukum, baik upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa yang
terdapat dalam proses pemeriksaan di pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap Yahya.2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT. Sinar
Grafika
http://peunebah.blogspot.com/2011/12/upaya-hukum.html, Diakses pada
tanggal 14 Mei 2014
Manan, Abdul.2000. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Agama. Jakarta: PT. Yayasan Al-Hikmah
1xbet korean - Best free bitcoin betting app
BalasHapus1xbet is a free betting website, 1xbet one that brings you the best betting experience 바카라 to use for หาเงินออนไลน์ many online sports, including football, basketball,